March 13th: (1)

gomen mar4

March 13th:  (1) Blood of My Blood

 

Merah.

Warna yang mewakili api dan darah.

Warna yang menjadi lambang besar dari bendera kerajaan ini. Juga warna yang kini mewarnai segala hal yang ada di dalamnya.

Bocah kecil itu tidak tahu sama sekali apa yang terjadi. Ia baru saja kembali dari halaman belakang setelah belajar berkuda bersama salah satu pengawalnya petang itu. Mereka sudah tiba di depan pintu masuk belakang namun tak melihat siapapun di sana.

Salah satu pengawal mengambil langkah sigap saat melihat asap pekat yang muncul dari istana dan juga pemukiman warga, “Pangeran Marco! Kita harus pergi sekarang juga!”

Ia mengguncangkan bahu bocah kecil di depannya. Tapi bocah itu, Pangeran Marco tak bergerak.

“Pangeran Marco!”

“… ayahku…” Marco berkata. Suaranya bergetar

“Kita harus pergi, Yang Mulia pasti bisa menangani—“

Marco tak mendengarkan. Ia melesat pergi. Mendobrak pintu belakang istana. Ia bisa melihat tirai dan karpet yang robek di sekelilingnya, tapi marco tak menghentikan langkahnya. Ia tak boleh berhenti. Ia harus menemukan ayahnya. Belum sampai setahun peristiwa itu terjadi, peristiwa yang menyangkut ibunya, kali ini ia tak ingin menyesal untuk kedua kalinya.

Marco mengambil sebuah belati yang menjadi pajangan di koridor. Ia membuka satu persatu ruangan yang ditemuinya namun ia tak melihat apapun seakan seluruh istana dikosongkan dengan sengaja sebelum dibunuh di ruangan lain.

Kakinya kini membawanya ke ruang tahta di aula depan istana. Ia tak lagi berlari, degup jantungnya bertambah kencang seiring langkah yang diambilnya. Marco bisa mencium bau amis yang menguar dari balik pintu.

Ia menggenggam belatinya erat erat sebelum membuka pintu jati di hadapannya.

CKLEK..

Ah, Marco menemukan ayahnya.

Berlutut di depan singgasana, Sang raja tertunduk sembari memegangi bagian kanan perutnya. Baju kenegaraan yang terlampir di tubuhnya diwarnai oleh darah. Tak hanya ayahnya, Marco menemukan semua pelayan dan pengawal kerajaan di dalam aula. Tergeletak seperti boneka rusak yang menonton kejadian di hadapannya tanpa suara.

“hentikan semua ini…. kumohon, morgan—uhuk!uhuk!” darah, sang raja terbatuk sembari memohon kepada siluet berjubah di hadapannya.

“Ayah!” Marco berteriak, membuat ayahnya dan sepasang mata merah menoleh ke arahnya.

“Marco?” Marco bisa melihat ayahnya memandangnya dengan wajah pucat, “pergi dari sini!”

“Tapi aku—“

CRAAAAAASSSSSSHHHHH!!!

Ah…, warna merah itu lagi.

Sebuah kepala menggelinding pelan di lantai singgasana sebelum akhirnya bergulung dan jatuh ke bawah, bersamaan dengan tubuh yang menggelepar di hadapannya.

“Maafkan saya…, Est”

Denting nyaring dari besi yang beradu dengan marmer terdengar memilukan, siluet dengan jubah hitam itu menjatuhkan pedangnya dan memandang ke jendela kaca dengan ukiran malaikat di depannya, seakan berdoa, memohon pengampunan atas semua pengkhianatan yang dilakukannya.

Detik berikutnya dari arah pintu masuk di belakang Marco, ratusan kupu kupu hitam masuk tanpa permisi. Binatang itu terbang dan hinggap di segala sudut yang terkena warna merah, setiap genangan darah, setiap tubuh tubuh yang tak bernyawa di sekelilingnya. Lalu siluet berjubah hitam itu berbalik menuruni tangga singgasana dan berjalan ke arahnya.

Marco tak bisa bersuara, tenggorokannya terasa tercekik. Ia jatuh terduduk diatas karpet merah aula. Sekarang ia bisa melihat sosok berjubah hitam itu dengan jelas. Mata dengan iris pekat semerah darah, juga rambut putih keperakan.

Warna yang sama seperti pembunuh yang membunuh ibunya dahulu.

TAP.

Langkah kaki itu terhenti. Mereka kini saling memandang satu sama lain.

Ada sunyi yang lama diantara mereka. Tapi meski pandangannya terkunci dan seluruh tubuhnya mati rasa, marco tak penah berhenti berpikir. Berpikir tentang semua kemungkinan, rangkaian kejadian, apa yang akan terjadi berikutnya, apa yang harus ia lakukan sekarang, juga semua dendam dan penyesalannya.

Belati itu.

Ketika kontak mata mereka lepas, saat itulah Marco bangkit dan menghusnuskannya. Dengan tubuhnya yang setinggi ini seharusnya ia bisa menggapainya, titik dimana jantung berada. Ia memajamkan matanya saat merasakan cairan merembes ke kepalan tangannya yang masih menggenggam belati.

Dingin.

Marco membuka matanya. Tak percaya apa yang dirasakan oleh tangannya.

Darah Orang Itu, terasa dingin seperti air es.

Belum habis keterkejutannya, orang itu mencabut belati yang tertancap di dadanya. Saat Marco kira ia akan menjadi sasaran selanjutnya, terdengar sebuah teriakan tertahan di belakangnya disertai suara ambruk.

Itu pengawal yang bersamanya barusan. Belati barusan terhunus tepat ke lehernya yang tak terlindungi. Tubuhnya masih bergerak dan mulutnya masih berucap tak jelas ketika marco melihatnya. Darahnya kini tergenang di bawah kaki.

“Marco Alexander….” suara serak itu memanggil namanya, Marco kembali menoleh ke depan dan melihat pria berambut putih itu berjongkok, mensejajarkan tingginya dan Marco. “Kau…. benar-benar mirip dengan ibumu”

Ibu?

Mungkin hanya prasangkanya, atau memang raut wajah orang itu terlihat menahan tangis ketika mengucapkannya?

Ia tak bisa melawan saat orang itu menggenggam bahunya erat-erat seakan hendak memeluknya. Dan detik berikutnya ia merasakan sebuah sengatan luar biasa yang membekukan pikirannya untuk sesaat. Rasa sakit karena sesuatu menancap di lehernya, menjalar seluruh bagian tubuhnya. Dan untuk pertama kalinya marco merasakan ketakutan yang sangat dalam. Bibirnya gemetar, seluruh tubuhnya terasa lemas dan ia benar benar kedinginan.

“A…yah…” Marco berkata gemetar, menangis, ia bisa melihat kepala ayahnya dari punggung besar pria berambut putih “kembalikan…, ayahku”

Orang itu mengangkat wajahnya, meninggalkan bekas taring di leher Marco. Ia mengelap sisa darah di bibirnya. “Est sudah mati, saya membunuhnya”

“kenapa… kenapa…”

Masih menggenggam erat bahu Marco, mata mereka kembali bertemu.

“Kau juga sama. Kau sekarang sudah mati” ia berucap.

Air mata di pipi marco terasa dingin. Pria berambut putih itu tersenyum, memperlihatkan gigi taring yang berjajar rapi di dalam mulutnya.

“Mulai sekarang kau adalah milik saya, Marco Alexander”

Di depannya ia bisa melihat mata semerah darah itu memantulkan bayangannya sendiri.

.

.

bayangan dirinya yang memiliki mata dengan warna yang sama.

.

.

Depok, 18 januari 2018.

.

CAST:
-Marco 10th
-Abang Vampir
-Este

Aku nulis ini sambil dengerin soundtrack game of thrones berulang ulang. Play this the legendary soundtrack: Light of Seven from Season 6 EP 10.

Penulis:

a mere human

4 tanggapan untuk “March 13th: (1)

  1. ketika ada musik OST dari sebuah film nyala, semuanya jadi kerasa nyata, langsung kerasa sendiri ada banyak darah di depan mata, merinding ya tuhan, inikah sebuah masterpiece dari sebuah cerita… :”D

Tinggalkan komentar