Sudut di Map Yang Unlocked Setelah 25 Tahun

Tentang aku yang membuka sebuah Secret Quest dan Hidden Area saat pulang kampung

.

.

.

Kalau hendak pulang kampung ke rumah nenek, aku selalui melewati jalan yang dihimpit oleh pagar pembatas sekolah dan pagar pembatas sebuah rumah. Sebenarnya dibilang pagar juga bukan, karena sejatinya itu tembok yang sangat panjang dengan kawat tajam diatasnya. Tembok itu dibangun panjang mengitari sebuah area yang cukup luas, aku nggak bisa perkirakan berapa luasnya tapi dari luar terlihat banyak sekali pohon-pohon petai tinggi. Dan di tengah-tengah tembok itu ada pintu gerbang kecil yang selalu ditutup.

Aku menghabiskan masa awal sekolah dasar di rumah nenekku, jadi sudah sewajarnya area di sekitar rumah ini juga tempat bermainku. Semuanya dari turunan jalan ke pancoran tempat mandi, sudut-sudut sempit rumah yang menjadi tembusan ke gang, kuburan, sawah, aku jelajahi. Kecuali satu area.

Iya, area dibalik tembok panjang itu.

Dulu pas kecil aku hanya bisa berjinjit ke atas dan melihat pohon-pohon, sekarang waktu sudah agak tinggi aku bisa melihat atap rumah dibalik tembok tinggi itu. Pernah aku Tanya nenekku karena memang penasaran orang apa yang tinggal di tanah luas di dalam tembok itu.

“… itu yang tinggal di sana ada salah satu anaknya mah belum menikah sampai sekarang, udah tua kali”

“kenapa belum menikah?” Aku meneruskan. Nenek malah mulai bergosip tapi biarlah.

“soalnya jarang keluar rumah dan nggak kerja. Makanya Ama nih jangan di rumah terus”

–Oke.

 Mari kita abaikan sejenak kelanjutan percakapan ini dan kembali ke topik semula.

Selama ini hubunganku dan tembok itu kayak semacam pembatas unlocked area kalau di game. Selalu lewat ke sana setiap pulang kampung, tapi aku juga nggak pernah terlalu memaksakan rasa ingin tahu soal apa yang ada di dalam. Lagipula itu tanah orang, mau masuk pun buat apa gitu.

Makanya nggak nyangka kalau di perjalanan pulang kampung kali ini aku dapat kesempatan masuk ke sana.

.

.

Jum’at 9 Juni 2023

Kira-kira hari ini, sudah hampir dua minggu aku tinggal di rumah nenek sambil WFH.

Sejak kakekku meninggal pas COVID, orang tuaku dan saudara-saudaranya gantian nengokin nenek biar nggak sepi. Cuman, mereka bisanya datang pas weekend dan itupun nggak lama.

Pas masa awal-awal setelah kakek meninggal, aku juga pernah menginap sekitar sebulan di sini, katanya lumayan membantu nenek biar nggak sedih terus. Aku pribadi sih senang saja tinggal di rumah nenek karena pas kecil juga tinggal di sini, udaranya lebih adem dari di rumahku, dan ternyata eksistensiku yang gak berharga ini bisa berguna juga untuk menemani orang yang sayang denganku. (haha)

Tahun ini aku mulai ke kantor, tapi karena sedang nggak begitu penuh (/uhuk/ karena sudah nggak ngelembur webtoon) aku bisa dapat izin WFH dan punya kesempatan menemani nenek lagi di kampung. Biasanya bibiku merasa terbantu karena meski rumah mereka sebelahan, beliau kerja juga. Jadi kalau ada aku katanya biar ada yang nemenin nenek.

Di sini ada kucing liar yang sering mampir, namanya Abu. Dia sakit pilek dari sejak lebaran terakhir. Minggu lalu dia mau dibawa bibiku ke puskeswan bareng kucing yang satu lagi, namun karena dia liar dan jadwal datangnya nggak tentu, Abu nggak ikut kebawa dan belum jadi berkunjung ke puskeswan.

Si Abu lumayan dekat sama nenekku karena dikasih ikan tiap harinya, jadi kupikir kalau aku pulang seenggaknya nenek punya si Abu yang datang tiap pagi.

Masalahnya pileknya udah 2 bulan nggak sembuh. Dulu kucing liar di rumahku, si oren, pernah pilek juga dan nggak pernah diobati karena aku berharap dia sembuh sendiri. Kami cuma kasih obat Flucat yang beli di shopee (belakangan aku baca di twitter ternyata obat itu katanya nggak bener). Si oren memang nggak pernah sembuh. Terakhir kali kulihat dia sebelum aku berangkat balik ke Jogja untuk kuliah, badannya penuh lalat dan ingus. Aku nggak pernah lihat si oren lagi sejak itu.

Kupikir kasian nenekku kalau si Abu mati, jadi aku inisiatif untuk nganter si Abu ke puskeswan sendiri. Hari Jum’at ini rencananya mau kubawa, kalau nggak diantar suaminya bibiku, aku mau naik gocar. Tadinya si Abu mau bawa pakai kardus tapi bibiku ngechat kalau dia pinjam keranjang ke tetangga yang namanya Ibu Kebon.

Aku mengerutkan kening soalnya baru pertama kali dengar nama itu.

“Ni, Eni tau Ibu Kebon rumahnya yang mana? Mau ngambil keranjang buat bawa si Abu” Aku nanya ke Nenekku.

“Ibu Kebon mah yang di deket SMP itu”

“Yang mana?”

“yang halamannya gede itu, yang ditembok”

Aku langsung ngeh soal tembok tinggi dan pintu gerbang kecil yang selalu ketutup.

“hayuk kalau mau ke sana sekalian, Eni mah mau keluar lewat depan” Nenekku mengajak.

Waw .

Apakah…

Apakah aku baru saja meng-unlock sebuah secret quest!!??

Ini kayaknya karena aku kebanyakan main Honkai Star Rail. Tapi aku ngebayangin kalau ada system notification muncul, dan aku berpotensi masuk ke area baru yang selama ini nggak kebuka di mapku.

WAW Sekali pemirsa!!

Sayangnya di kesempatan pertama ngambil keranjang ini, aku nggak bisa lihat banyak. Pintu ke dalam area dibalik tembok itu memang dibuka, tapi rupanya keranjangnya udah disiapin dan seorang mbak-mbak muda keluar ngasih carrier kucing.

Pintu lalu ditutup lagi setelah kami mengucapkan terimakasih.

“kok ada mbak mudanya, katanya belum menikah?” aku nanya nenekku

“atuh itu mah anak dari sodaranya”

Oh gitu.

Nenekku langsung pamit buat pergi dan aku balik ke rumah buat lanjut kerja.

Meski merasa antiklimaks. Waktu itu aku udah merasa sangat senang pernah bisa lihat pintunya kebuka setelah 25 tahun hidup ini.

.

Tapi Questnya belum selesai. Aku masih harus bawa si Abu ke Puskeswan.

.

Jum’at itu si Abu nggak datang. jadi rencananya ketunda sampai hari selasa berikutnya dimana aku rada lowong untuk bawa si Abu pagi-pagi . Agak panjang kalau kutambah bagian ini jadi kusingkat saja, prosesnya lancar meski aku awalnya khawatir bawa dia sendirian, si Abu nggak gitu berontak dan masih nurut kubilangin. (Aku rekomen ke puskeswan gaes, murah euy langsung ditindak juga dan dikasih obat).

Sorenya bibiku mampir ke rumah Nenek setelah pulang kerja. Beliau udah tahu karena aku ngabarin si Abu dibawa ke puskeswan. Karena aku udah bantu bawa si Abu, bibi mau ngembaliin keranjangnya.

waktu itu aku masih nungguin absen sore di komputer, bibiku sama anaknya udah siap-siap mau bawa keranjang habis nanya-nanya perjalanan ke puskeswan tadi.

“Bi, Ama masih penasaran pengen lihat rumahnya, soalnya kemarin cuma lihat dikit. dalamnya kayak gimana ya?” aku nyeletuk aja.

“Itu mah dalemnya beuh luaaaas pisan. Orang kaya itu dulu. Banyak pohon cengkeh. Dulu bibi mah sering ke situ buat ngambilin sisa cengkehnya, nanti dijual ke pasar”

“dulu bisa jual cengkeh ke pasar?”

“iya, dulu mah bisa. sekarang mah udah jarang kali, udah sama pabrik rokoknya langsung” kata bibiku “hayuk atuh sekalian ke sana, siapa tahu itu dapat inspirasi”

Aku langsung berdiri dan ganti baju sama kerudung.

memang rada bocil banget kelakuanku padahal sudah gede, maap ya gaes, tapi sekeluarga sudah memaklumi, dan mereka tahu kalau aku kerjanya menulis haha. Jadi sore itu Aku, Bibiku, sama Ara, anak bibiku yang masih sd ikut ngembaliin keranjang.

Bersamaan dengan dibukanya gerbang kecil di tengah tembok tinggi itu, akhirnya Secret Quest ini mencapai akhirnya juga.

Bibiku masuk ke dalam dan minta mbak yang bukain pintu manggil ibunya, si Ibu Kebon. jadi aku juga bisa masuk ke dalam. dan melihat dua rumah tapak satu lantai yang ada di utara sebuah area luas yang penuh pohon-pohon tinggi dan rumput.

ada pohon cengkeh, petai, dan alpukat yang mulai berbuah. aku bisa melihat tembok pembatas masih luas memanjang kebawah dan ketutup ruyuk ruyuk tinggi. rumahnya sederhana, di belakang ada sumur dan ada petak buat nanam bunga di sekelilingnya.

Rasanya kayak punya rumah di tengah hutan.

Ibu kebon ramah, usianya lebih tua dari bibi dan kayaknya seumuran nenekku. katanya keranjang kucingnya buat bawa kucing di sini dulu, tapi sekarang kucingnya udah mati. bibiku dipersilakan pinjem lagi kalau misalnya butuh.

seperti biasanya adat kampung, karena jelas-jelas aku orang luar, ditanya anaknya siapa dan dikasih tahu nama ibuku, juga soal aku yang WFH di sini nemenin nenek dan ikut datang karena penasaran dalam tembok ini kayak apa.

Aku diceritain kalau katanya tukang paket juga sering bingung kalau nganter pkaet ke sini, dan sering pada takut soalnya nganggep ini kuburan. jadi mereka suka mastiin yang nerimanya hantu atau bukan.

benar-benar sebuah akhir quest yang berkesan.

jadi begitu gaes, aku bertekad menuliskan pengalamanku ini setelah pulang biar nggak lupa. haha.

waktunya kembali ke kenyataan karena aku akan balik ke kantor di waktu dekat.

terimakasih sudah baca!

.

.

Pandeglang, 18 Juni 2023

ENIWAY saya sedang mengalami Trigun brainrot, jadi nontonlah trigun stampede kawan-kawan!! love and peace! 😀

Penulis:

a mere human

Tinggalkan komentar