Special Chapter#2: Tan’s Doujinshi

[Special Chapter #1 nya: Cinderella]

“Tan? Buat apa bawa kamera?” 

“Dokumenter! Onii-san mau membantuku?”

.

cover-bibip-upgrade-ver-3

R15 –Tan’s Doujinshi—

.

.

Helianthus masih memancarkan aroma dan kehangatan yang sama meski tempat ini sudah direnovasi sekitar 40 persen akibat kebakaran itu. Pesta re-open yang diselenggarakan tadi pagi sudah selesai, para tamu sudah pulang ke rumah mereka masing-masing, menyisakan sampah bekas kemasan makanan dan botol minuman, jangan lupa piring-gelas kotor yang menumpuk.

“Akhirnyaaa selesai!!” Nana menghela nafas lega setelah selesai menyapu dan menimbun semua sampah ke dalam keresek hitam besar. Ruang depan Helianthus terlihat lebih lega sekarang.

“Makasih bantuannya” Marco keluar dari dapur. Sepertinya pria itu juga sudah selesai mencuci piring, “Nih, sisa kue, bawa buat adikmu”

Nana menerima bungkusan yang berisi kue kering itu sambil melihat jam di belakang Marco. “Udah jam delapan lagi? yaudah aku pulang ya, Barou mana?”

“Mandi duluan”

“Oh, oke” Nana memasukkan plastik berisi kue ke tottebag yang dibawanya. Ia berjalan ke depan toko, dan mengenakan sepatu juga jaket yang ditaruh di sana. “kapan aku harus kerja lagi?”

“Mm…” Marco menimbang-nimbang sejenak.

“Besok?”

“Besok sabtu ya…, kau boleh kesini hari minggu”

Nana mengerjapkan matanya sejenak, ia ingin bertanya tapi yasudahlah, siapa nggak senang mendapat libur tambahan? Gadis itu mengambil kunci motor dari kantungnya dan berjalan keluar pintu.

“Sampai nanti!”

 

.

SREEGG..

Pintu kamar mandi terbuka. Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Barou keluar dari kamar mandi dan berjalan melintasi dapur. Di kompornya terdapat teko yang dimasak, sepertinya untuk teh. Rasanya sudah lama sejak terakhir kali ia minum teh bersama pria itu.

Bicara soal renovasi Helianthus, karena ia berada di rumah sakit hampir seminggu, Barou merasa sedikit bersalah. Ia tak bisa membantu apa-apa padahal bisa dibilang ia penyebab semua ini. Reim bilang, hampir seluruh dapur dan ruang tengah terbakar, tapi Azalea memperbaiki semuanya dengan cuma-cuma, hasilnya benar benar hampir sama seperti yang dulu karena wallpapernya bahkan diganti memakai motif yang sama.

Tak terasa ia sudah sampai di ruang tengah. Di sana Barou bisa melihat Marco duduk di sofa dengan perapian elektrik yang menyala. Hari ini memang dingin. Pria berkacamata itu menoleh ketika Barou datang.

“Mau duduk?” Marco menoleh sambil menggeser posisi duduk “aku sedang menunggu air panas”

“Ah ya, terimakasih”

“Kau sudah lihat? Bagaimana menurutmu Helianthus yang sekarang?”

“Lebih bagus, tapi.. sepertinya aku lebih suka yang lama” Barou menjawab, “eh maksudku aku memang tipe orang yang seperti itu, aku selalu nyaman dengan apa yang sudah lama bersamaku jadi saat semua terasa baru rasanya…. aku sedikit kehilangan”

Marco hanya tersenyum menatapnya, “aku juga suka sofa kuning yang lama, meski per-per nya kadang menyakitkan kalau duduk”

“Sofa kuning yang ini baru?” Barou memerhatikan sofa yang mereka duduki, pantas saja rasanya lebih empuk. Kalau diperhatikan memang banyak barang yang sepertinya baru.

“Sofa yang lama hangus setengah bagian” Marco tertawa.

Hujan di luar tak terasa dingin sekarang setelah mereka duduk bersama, rintiknya mengisi kekosongan diantara mereka. suaranya menenangkan mengingatkannya saat pertama kali mereka bertemu dulu.

“Marco-san…., aku minta maaf” Barou tiba-tiba saja kembali berbicara.

“Kenapa minta maaf?”

“Karena sudah menyebabkan hal ini”

Seperti biasa, Marco hanya mengacak rambut coklatnya, “bukankah dibanding minta maaf, lebih baik kau mengucapkan terimakasih padaku?”

“Ka.. kalau begitu terimakasih” Barou terlihat lebih ceria kali ini, “adakah sesuatu yang bisa kulakukan untukmu?”

Mendengar itu Marco terdiam lama, Barou masih menatapnya sementara Marco kini memalingkan wajahnya. Apa dia berkata sesuatu yang salah?

“Marco-san..,kau baik-baik saja?”

–Sayangnya saat Barou ingin berbicara lagi suara teko panas yang berderit karena air mendidih mengejutkan keduanya. Marco memandang ke arah dapur yang remang-remang. Ia perlahan berdiri dari sofa, “Kurasa… airnya sudah siap”

“Kalau gitu aku ikut” Barou menambahkan dan ikut duduk dari kursi

Marco hanya mengangguk dan Barou mengikuti langkahnya ke dapur. Kalau memang tempat ini terbakar apakah koleksi tehnya Marco berhasil diselamatkan juga? Tapi ia tak ambil pusing untuk memikirkannya karena ia akan memeriksanya sendiri. Mereka berpisah arah ketika sampai di dapur. Marco mematikan kompor dan Barou beralih ke laci penyimpanan yang dipasang cukup tinggi. Tehnya ketemu. Barou tersenyum saat mendapati dua kotak teh dari kaleng di sana.

“Marco-san, yang mana? Yang warnanya merah atau coklat?”

BRUK…

Ada hening sesaat sebelum tiba-tiba saja Barou merasakan dua tangan memeluknya dari belakang, juga seseorang yang membenamkan kepala ke pundaknya. Ia terdiam.

“Marco.. san..?”

Marco tak menjawab. Barou dapat mendengarnya menghela nafas pelan, juga bisikkan di telinganya.

“Maaf, aku tak bisa menahannya”

“E.. eh?”

“kau tak akan tahu betapa aku khawatir padamu”

Mendengar itu Barou menundukkan wajah, sedikit penyesalan terbesit di hatinya. Ia balas menggenggam tangan Marco perlahan. Mengeratkan pelukannya,

“aku juga.. minta maaf” ia balas berbisik.

“berjanjilah kau tidak akan pergi lagi”

Barou mengangguk pelan, mulutnya terkunci, ada sedikit perasaan terselip di hatinya sekarang, pelukan ini… apakah hubungan mereka berdua sudah tidak sama lagi? Ia tak terlalu mengerti, tapi sekarang ini, Barou tak ingin melepaskannya. Ia kemudian menoleh menatap surai raven di samping pundaknya yang terdiam.

Mata mereka berdua bertemu.

“Marco-sa—“ Tapi Barou tak bisa menyelesaikan kata-katanya. Ia bisa merasakan kalau Marco melepaskan satu tangannya dari pelukan itu dan secara tiba-tiba mendorong wajah Barou mendekat… hingga—

Untuk kedua kalinya bibir itu bersentuhan. merasakan rasa masing masing. Pahit dan Manis, bercampur. Barou tak bisa bernafas, pikirannya mengabur, tubuhnya terasa lemas dan panas. ia tak mengerti bagaimana ia selalu terjebak seperti ini. Tak langsung berhenti begitu saja, makin lama makin dalam hingga..

“… mmphh!!”

Ciuman itu terputus ketika ia kehabisan nafas, Marco meletakkan sebelah tangannya di pipi Barou. Dahi mereka masih bersentuhan saat Barou mengambil nafas, sisa saliva masih belum terputus diantara mereka.

“maaf” bisik Marco sambil kembali mendekap cowok berambut coklat itu, mengelus rambutnya perlahan. Mereka kini terdiam lebih lama.

“Barou…, boleh aku minta lebih?”

Suara dari belakangnya itu terdengar berdesir di telinga Barou. “Eh?”

“lebih dari yang tadi”

Ada hening yang mengganjal untuk beberapa saat. Barou menundukkan wajahnya yang merah padam. “a.. ano.. kurasa.. aku tak tahu harus bagaimana tapi–”

“kalau gitu mau dilanjutkan?”

“eh? la.. lanjut bagaimana..”

“lanjut… seperti ini—“

“TAAAANNNN”

GUBBBRAAAAAAKKKKKKKK.

Tan terjatuh dari kursinya. Butuh beberapa saat baginya untuk mengembalikan konsentrasi dan fakta kalau ia masih ada dibawah atap kamarnya, dengan pensil di tangan kanannya. Eh? Sedang apa ia barusan?

CKLEK!! Pintu terbuka, Tan bisa melihat kakak perempuannya berdiri sambil bertolak pinggang, wajahnya terlihat kesal.

“Kau ngapain? Sampai ngejengkang ke lantai gitu?”

“A.. aku.., sedang.. berimajinasi, sepertinya”

“makan malam sudah siap, cepat turun ke bawah”

Nana meninggalkan pintu kamar Tan terbuka dan pergi kembali. Tan sendiri tak lekas berdiri, ia masih terbengong memandangi atap kamarnya. Perlahan gadis itu berdecak kesal.

Padahal tadi lagi seru-serunya…

.

Pagi Harinya

Berbekal sebuah kamera digital dan notes maka berangkatlah gadis kecil itu. Kali ini misinya sudah bulat.

Ia akan membuat doujinshi.

.

KRIIINNGGG. Bel pintu berbunyi pagi itu, pertanda pelanggan pertama telah datang. Barou sudah siap sedia di tempat kasir.

“Selamat datang, ah.. Tan?

CTREK, CTREK!!

“A.. ano… kamera itu? Kamu memfotoku barusan..?” Barou bertanya lagi saat Tan tiba-tiba mengeluarkan benda itu dan menekan tombolnya.

“Hehe” Tan hanya nyegir, “aku suka senyum Barou-niichan, boleh kan?”

“Boleh sih.. tapi..” aku punya firasat nggak enak, “yasudah kau duduk saja, kalau mencari Marco mungkin dia masih di dapur”

“Setiap pagi Marco-onisan selalu di dapur?” Tan memulai pertanyaannya.

“Ya, dia memanggang kue untuk hari ini, kau tahu kalau setiap hari kuenya beda kan? Karena masa tahan lamanya beda-beda tergantung fermentasinya, biasanya ia memanggang sekalian membuat adonan untuk dioven besok lagi, bisa makan waktu sampai jam 10” Terang Barou, “makanya aku selalu berjaga di kasir”

“Kalau onee-chan ku? Ah dia sedang kuliah sekarang”

“Nana-senpai lebih ke tugas bersih-bersih sih, tapi aku dan senpai sering melakukan hal lain bersama karena Marco-san lebih sering berada di dapur”

Tan mencatat seperlunya, ia mengambil bangku dan duduk di dekat meja kasir. Barou hanya memerhatikannya dalam diam, sepertinya gadis kecil ini sedang membuat sesuatu.

“Kalau begitu, jam berapa biasanya pelanggan datang?” Tan meneruskan pertanyaannya.

“Hmm.. toko buka jam delapan, tapi biasanya baru mulai datang jam Sembilan” Barou menjawab dengan sabar, “emm.. apa yang sedang kaubuat?”

Tuk. Refleks, pulpen Tan terjatuh. Gadis itu langsung mengambilnya kembali sambil tersenyum, berusaha menutupi salah-tingkahnya barusan “I… ini… aku.. sedang membuat dokumenter, tu.. tugas sekolah! Ya tugas sekolah!”

“He.. sepertinya menarik, makanya kau bawa kamera juga ya? boleh lihat kalau sudah jadi?”

“Li.. lihat?? A.. ahaha, mungkin boleh”

Mana bisa dia memperlihatkan hal ini pada Barou, entah apa reaksi yang akan dia terima. Eh tapi kalau diberi fanservice live action mungkin ia beruntung. Aduhh jangan ngimpi ketinggian Tan.., Tan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“kau mau tanya apa lagi?” Barou tersenyum, ia mendekatkan posisinya ke arah Tan. Pria ini memang selalu baik dan lembut, begitulah yang Tan pikir, ia juga selalu mencium aroma manis dari arahnya, apa mungkin karena bekerja di toko permen?

“Ah! Apa ya..” Tan tampak berfikir, “Ano.. maaf kalau agak sensitif, aku tahu oniichan baru mengalami hal yang berat, aku juga ikut membantu waktu itu meski sedikit makanya tahu, emm… bagi onii-chan, Helianthus itu apa?”

Tan sepertinya berhasil membuat Barou terdiam lebih lama, ia berkeringat dingin, apa ia telah menanyakan sesuatu yang salah ya?

“Rumah” jawab Barou lagi, ia menundukkan kepalanya, menatap Tan dengan teduh, “tak ada kata lain untuk mendeskripsikannya”

Gadis itu terdiam memandangnya. Ya, sejenak Tan lupa apa yang sedang dilakukannya.

“kenapa Tan?”

“Huwwaaa, Barou nii-chann.. hiks, rasanya aku jadi tak tega melakukan hal ini padamu” Tan membuang mukanya, tampaknya sungguh-sungguh ingin menangis, kalau setulus ini rasanya ia tak tega menggambarnya “hah kalau begitu meskipun tidak jadi, aku ingin bertanya-tanya saja deh”

“bukannya daritadi kau memang sedang bertanya? .. lanjutkan saja”

“anoo..” Tan mengambil sedikit jeda, ia menatap Barou dengan wajah serius, “apa kalian tidur satu kamar?”

“Aku?.. emm.. dan Marco-san?” Tanya Barou. Tan mengangguk-angguk semangat. Tapi pria berambut coklat itu hanya tersenyum biasa, “Tidak kok”

“Eehh? Kok gitu?” Tan kecewa. Setidaknya beri matanya adegan blushing-blushing lucu.

“karena kamar Marco-san di atas dan aku di bawah, kenapa memangnya?.. emm tapi kalau dipikir dia pernah menemaniku sekali”

“eh? Kapan? Kapan?”

“saat kehujanan di depan toko… aku tak bisa bergerak dan..” Tiba-tiba saja Barou teringat kembali kejadian itu. Eh kalau tak salah waktu itu kan….

Seketika Barou bisa merasakan wajahnya memanas. Memalukan sekali…, aku menangis bukan? Bahkan digendong sampai kamar, menyedihkan, mana bisa kuceritakan, Barou menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia kembali berhadapan dengan Tan yang dengan serius menunggu cerita lanjutannya.

“e… ehem… bukan apa-apa” lanjut Barou. Tapi diluar dugaan ucapannya barusan malah membuat gadis berkuncir dua itu girang bukan main, wajahnya memerah, pulpen yang sedang digenggamnya bahkan tampak akan patah.

“.. itu.. p.. pertemuan.. pertemuan pertama kalian..?”

“kedua tepatnya, ano.. kau beneran baik baik saja?”

Tan mengangguk-angguk semangat. Ia memutar kursinya sebentar, tampaknya untuk mengendalikan emosi. Tangannya mengambil notes tadi dan mulai mencoretinya dengan pulpen. ‘merekamelakukannya, merekamelakukannya, melakukannya, melakukannya, melakukannya,….’ Terus sampai memenuhi satu halaman. Barou mulai bergidik ngeri, apa Tan marah? Apa itu semacam kutukan? Tapi anak remaja memang suka labil kan..?

“T.. Tan?”

“ahaha, m.. maaf, kita lanjutkan pertanyaannya” Tan kembali membuka notes, halaman yang sudah ia persiapkan sebelumnypa, “Onii-chan, apa pernah bertengkar dengan Marco-oniisan?”

“entahlah, kalau yang serius kurasa tidak pernah” Barou mencoba mengingat-kecuali saat Marco memarahinya waktu itu.

“Apa Marco-oniisan pernah membuatmu kesal?”

Wajah Barou berubah menjadi sedikit cemberut. “dia itu sebenernya memang menyebalkan, memperlakukan orang sesukanya, bahkan ucapannya selalu bikin salah paham, menyebalkan deh”

“Barou kau bicara dengan siapa?” sebuah suara lain tiba-tiba terdengar. Tan menoleh ke belakang dan berseru senang saat bintang keduanya datang.

“Marco onii-san!!”

“Tan? Tumben datang pagi-pagi, ada perlu apa?” Marco berjalan ke arah mereka, mengabaikan Barou yang tampaknya masih terpengaruh pertanyaan Tan sebelumnya. “kenapa kau cemberut begitu?” ia bertanya.

Barou tak menjawab, ia memalingkan wajah saat Marco merangkulnya seperti biasa. Tan menjepretkan kameranya kembali ke arah mereka. Ah, dan tiba-tiba saja ia dapat ide bagus. Mungkin ia memang tak dapat membuat doujinshi tapi bagaimana kalau dia membuat khayalan tadi malam benar-benar terjadi?

“khu.. khu.. khukhu” Gadis berkacamata itu menundukkan wajah untuk menyembunyikan senyumnya. ‘Tahan Tan, kau tak bisa menunjukkannya sekarang’.

“Tan? Untuk apa kamera itu?” Marco bertanya saat menyadari kalau mereka baru saja terfoto.

“Dokumenter! Onii-san mau membantuku?”

“Boleh? Memang apa yang harus kami lakukan?”

“Aku mau merekam keseharian kalian! Emm.. mungkin minum teh pagi hari atau…”

“teh boleh juga” Marco mengangguk-angguk. Dan Tan bersorak dalam hati, pancingannya berhasil. Marco kembali menoleh ke arah Barou, “kalau gitu Barou, bantu aku sebentar ke dapur”

YES. Persis seperti yang ia harapkan. Barou memiringkan wajahnya heran, tapi ia sadar kalau Marco masih berurusan dengan adonan kue. Tak lama ia mengikuti langkah pria itu ke dapur, dengan Tan di belakangnya, dan kamera stand-by-mode.

Kondisi dapur sedikit berantakan, beberapa bungkus tepung dan serbuk putih bertebaran.

“Barou, tolong carikan teh di rak sementara aku menyiapkan cangkir” perintah Marco.

“Ya” Barou beranjak ke arah laci, membuka pintunya, “Marco-san, yang mana? Yang warnanya merah atau coklat?”

DEG. Kenapa dialognya bisa nyaris sama? Tan menggigit bibirnya, ia segera mencari tempat sembunyi yang aman, orang ketiga harus memerhatikan sisanya dari jauh bukan? Dan ia nyaris tak bisa bernafas ketika Marco malah berjalan ke arah Barou, meninggalkan teko yang baru saja dinyalakan.

“Marco.. san..?”

Marco tak menjawab, ia sudah ada di belakang Barou saat mengamati rak di atas mereka “Barou…., ini… “ ia memberi jeda saat memfokuskan kacamatanya, “rak bumbu dapur”

Sepertinya skenarionya meleset jauh di saat-saat terakhir.

“pffftt…. Hahahaha!” tawa itu lepas seketika.

“Marco-san…. Sebegitu senangnyakah kau menertawakanku?” Wajah Barou merah padam, “oke, aku tak akan membantumu”

Marco menyudahi tawanya, ia mengacak rambut Barou gemas. “kau ini… mirip banget dengan kucing yang kupelihara dulu”

“Haah?”

“Coba, plis sekali saja, kau bilang ‘meong’” Marco memohon.

Tan masih memegang kameranya erat-erat sementara waha Barou sudah semerah permen apel yang dijual di festival jepang minggu lalu.

“Miiiaw” Barou yang masih tampak sedikit kesal kembali berbicara, “sudah? Aku bukan kucing, Marco-san”

Marco masih tersenyum senang, “boleh… kupeluk?”

“cukup dengan obsesimu itu”

Marco mengacak rambut laki-laki berambut coklat di depannya gemas, tak terpengaruh sama sekali dengan omelan barusan. “Oke, oke” ucapnya sambil membuka laci lain yang ada sedikit jauh, “kalian tunggu saja di ruang tengah sampai teh nya siap”

“Ayo, Tan” Barou berjalan ke arahnya masih dengan wajah cemberut, menyadarkan gadis itu dari lamunan barusan.

“Barou-niichan…” Tan tiba-tiba tersadar dengan tangan bergetar, “yang tadi.., lupa kufoto”

Suara tawa Marco kembali terdengar dari belakang mereka.

“Marco-san!”

“Maaf, maaf”

Barou segera menjauh sambil menggandeng tangan gadis kecil itu. “Jadi kalian selalu seperti ini setiap pagi?” Tan bertanya lagi.

“Ya begitu mungkin”

Dan akhirnya sisa pagi itu selain bertanya ia habiskan dengan berkeliling Helianthus sambil memotret semua yang ada.

.

.

“Kalau begitu sampai nanti!! Makasih Marco dan Barou nii-san!!”

“hati-hati di jalan!” Barou melambaikan tangan ke arah Tan yang pergi meninggalkan sweetshop. Ia tersenyum kecil sebelum menutup pintu dan berbalik ke dalam.

Di sana ia menemukan Marco sedang duduk dan membaca sesuatu dengan sampul biru. Barou mengerutkan alis, bukankah itu notes milik Tan tadi? Ketinggalankah? Merasa penasaran Barou ikut duduk di sebelah Marco.

“emm… Marco-san, itu milik Tan?”

“Ya” katanya tanpa melepas pandangan dari notes itu.

“kau baca apa, tampaknya serius sekali, Itu catatan dokumenter yang dia buat?”

“kau mau lihat juga?” Marco mendekatkan tubuhnya dan menggeser note itu diantara mereka, ia membuka kembali halaman pertamanya.

Banyak coretan disana, tapi setelah halaman kelima Marco langsung membuka halaman tengah. Disanalah ia menemukan sebuah halaman yang penuh terisi tulisan. Berjudul ‘Draft untuk doujinshi’, Barou hanya mengerutkan kening membacanya karena apa pula itu doujinshi? Sebuah cerita? Ia memutuskan untuk membaca cerita yang ada.

“waah.. Marco-san ini cerita tentang kita” Barou awalnya sedikit kagum saat membacanya. Semacam fanfiction kah ini? Tapi…

“aku minta maaf”

“berjanjilah kau tidak akan pergi lagi”

Eh? Bukankah itu agak mellowdramatis? Lagipula mana ada cowok yang begitu.., Barou mulai berkeringat dingin tapi ia meneruskan untuk membaca. Tapi, semakin ia membaca semakin ia menemukan keanehan pada cerita itu… dan…

SREKK.

Seketika Barou menutup notes itu meski Marco masih membacanya juga. Wajahnya benar-benar merah padam. Ia menatap Marco yang masih tampak datar dan heran.

“kenapa kau menutupnya?”

“k… ken… kenapa k.. katamu.., cerita ini kan…” Ia mulai menjauhkan dirinya dari Marco sambil membawa notes itu di tangan, “Marco-san kenapa kau terlihat biasa saja?”

“Karena itu sudah wajar”

“Wajar?!”

“kau terlalu lama terkurung sih, tidak tahu ya? Aku menghabiskan waktu dengan fujoshi di sekelilingku dan aku tahu apa yang mereka perbuat, ya contohlah penulis kita, temannya, dan orang-orang yang baca cerita ini (?) di rumah sakit tempatku kerja dulu juga ada beberapa pasangan maho dan.. meski agak risih pasien ya pasien”

“e.. eh..?” Barou terlihat pasrah, ia lalu menghela nafas dan membenarkan posisi duduknya, “tapi memangnya hubungan kita terlihat seperti itu?”

“entahlah, sudut pandang orang kan beda-beda”

Barou tak mampu berkata apa-apa lagi. Tapi masih ada satu hal lagi yang mengganjal, dan ia tidak bisa menerima itu. Dengan cepat ia membuka notes itu kembali, membacanya cepat, dan langsung berdiri menghadap Marco.

“Tapi ini! Coba baca ini! Aku cukup tahu soal hal ini, tapi….” Ia agak tersendat mengatakannya, “ken… kenapa aku yang di bawaaahh??”

Marco memandang Barou yang terlihat emosi dan juga notes itu. Ia menghela nafas, “mau tahu kenapa?”

SRETT.

“Eh.. t.. Tung—“

Dengan satu gerakan cepat Marco menarik Barou sehingga cowok itu kehilangan keseimbangan dan jatuh terbaring ke sofa. Barou belum sempat untuk bereaksi lagi karena saat membuka mata wajah Marco sudah ada di atasnya, menatapnya intens.

“seperti nostalgia ya, ingat saat kau demam waktu itu? Kira-kira jika aku menanyakan pertanyaan yang sama sekarang apa jawabanmu?” ia berbisik tepat di telinga, membuat laki-laki berambut coklat itu merinding.

“p.. pertanyaan.. apa?”

“eh.. nggak ingat? Kalau gitu ini saja deh”

Fuhhh…, Marco dengan sengaja meniup telinga Barou.

“H.. hyaa! Ja.. nhh.. jangan.. di… situ”

Eh?

Krik. Krik..

Marco menarik tubuhnya kembali, sementara Barou  sendiri masih terkejut dengan hal barusan…, barusan? Ya, barusan, eh— barusan dia bilang apa?? Wajahnya kembali memerah. Belum lagi saat melihat Marco yang menyegir ke arahnya.

“Nah itu alasannnya, kalau dilihat dari reaksi dan wajahmu, kau memang—“

BRUUUKKK.

Sebuah bantal entah darimana kini mendarat di wajah Marco. Dan saat ia membukanya Marco bisa melihat wajah cowok berambut coklat itu kesal bukan main, masih dengan wajah merah ia kembudian berbalik ke arah kamarnya.

“Marco-san kau menyebalkan!”

KLAP. Pintu tertutup.

.

Besok pagi

Nana: “Mar, Barou kenapa ya? Baru kali ini aku lihat dia kayak gitu” (melirik ke arah sebuah objek yang mencoba menghindari kontak mata dengan mereka)

Marco: “Hh.. kami marahan”

Nana: “Marahan kenapa?”

Marco: (diam sebentar sebelum menjawab) “karena Barou tidak terima kalau dia jadi yang dibawah”

.

mmEND

AN:

Aku mempublish ini disini setelah menimbang manfaat dan mudharatnya //plak,   This is the last time i taint you Mar, im sorry. i m really sorry. semoga yang terpancing ke sini nggak banyak xD.

Tans doujinshi ini dibuat dah lamaaaa banget, 8 bulan lebih ada mungkin. (covernya sampe di remake, dan yah… aku malu nunjukkin cover yang lama karena proporsinya sangat menyedihkan) latarnya setelah kebakaran ya, makanya baru bisa terpublish sekarang.

aku juga nggak tau, zaman itu bawaannya nulis hal hal ambigu terus, kali ini waktunya kita bertobat. Berhubung ini hanya tulisan, harusnya sih ‘Tan’s fanfiction’ tapi karena lebih greget ‘Tans Doujinshi’ ceritanya ajalah ini draft doujin yang belum jadi.

make your own doujin~ //gak

Bacalah Behind The Scene di post sebelumnya~~ Sari Roti

Dan Special Chapter #1 nya: Cinderella

 

Penulis:

a mere human

8 tanggapan untuk “Special Chapter#2: Tan’s Doujinshi

  1. BWAHAHAHAHA //guling2 why mar why ;A; aku jadi merasa bersalah karena ternoda dan menodai banyak orang ;A; (?) setelah lama gak nista, baca beginian jadi canggung juga 😂 Barou terkena kutukan uke 😂

    1. Apaa ‘beginian’ apaaa /plak
      Aku g kuat merevisinya jd ini ga diubah.. sisa2 virus takarai 😂
      Ternodai 😏 sepertinya dosaku menyambung nyambung hiks untung ini tak dipublish di watty.

      1. “Beginian” 😂 tidak direvisi saja sudah ah sudahlah :””) //pingsan// virusnya ganas ya :”> kutukan uke barou… tenang bar si yuuri aja bisa jadi seme kok :”> //apaini

  2. Me 2 tahun berikutnya:
    AAAAAAAAAAA APASIH INI
    ingin kuhapus, tapi ga tega. uhuk. tobatlah kau diriku di 2 tahun yang lalu. maafkan aku mar, bar, semuanya, maafkan aku dunia, aku akan berusaha jadi manusia yang lebih baik ;w;

      1. ngapainnn aaaa, otp satu ini memang paling membuatku khilaf
        halo biru dingin semriwing xD ahaha saya suka namanya, terimakasih sudah mampir kembali

Tinggalkan komentar